Sedikit Tentang Saya

Foto saya
Semarang, Jawa Tengah, Indonesia

Kamis, 13 Desember 2012

SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA




TUGAS INDIVIDU
pendidikAN KEWARGANEGARAAN

Description: D:\RISMA\logo-logo\logo.jpg











DISUSUN OLEH:


NAMA       : Rismawati
NO             :25
KELAS     : XIIA2


SMA NEGERI 1 SUKODONO
TAHUN AJARAN 2012/2013

SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA
SEBELUM DAN SESUDAH DIAMANDEMEN

Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasar UUD 1945 sebelum Diamandemen.

Sistem pemerintahan ini tertuang dalam penjelasan UUD 1945 tentang 7 kunci pokok sistem pemerintahan. Yaitu :

• Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat)
• Sistem Konstitusional.
• Kekuasaan tertinggi di tangan MPR
• Presiden adalah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi di bawah MPR.
• Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
• Menteri Negara adalah pembantu presiden, dan tidak bertanggung jawab terhadap DPR.
• Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.

Berdasarkan tujuh kunci pokok tersebut, sistem pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial.
Sistem pemerintahan ini dijalankan semasa Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden Suharto.
Ciri dari sistem pemerintahan presidensial ini adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga kepresidenan.


Pada saat sistem pemerintahan ini, kekuasaan presiden berdasar UUD 1945 adalah sebagai berikut :

• Pemegang kekuasaan legislative.
• Pemegang kekuasaan sebagai kepala pemerintahan.
• Pemegang kekuasaan sebagai kepala Negara.
• Panglima tertinggi dalam kemiliteran.
• Berhak mengangkat & melantik para anggota MPR dari utusan daerah atau golongan.
• Berhak mengangkat para menteri dan pejabat Negara.
• Berhak menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan Negara lain.
• Berhak mengangkat duta dan menerima duta dari Negara lain.
• Berhak memberi gelaran, tanda jasa, dan lain – lain tanda kehormatan.
• Berhak memberi grasi, amnesty, abolisi, dan rehabilitasi.

Dampak negative yang terjadi dari sistem pemerintahan yang bersifat presidensial ini adalah sebagai berikut :

• Terjadi pemusatan kekuasaan Negara pada satu lembaga, yaitu presiden.
• Peran pengawasan & perwakilan DPR semakin lemah.
• Pejabat – pejabat Negara yang diangkat cenderung dimanfaat untuk loyal dan mendukung kelangsungan kekuasaan presiden.
• Kebijakan yang dibuat cenderung menguntungkan orang – orang yang dekat presiden.
• Menciptakan perilaku KKN.
• Terjadi personifikasi bahwa presiden dianggap Negara.
• Rakyat dibuat makin tidak berdaya, dan tunduk pada presiden.

Dampak positif yang terjadi dari sistem pemerintahan yang bersifat presidensial ini adalah sebagai berikut :

• Presiden dapat mengendalikan seluruh penyelenggaraan pemerintahan.
• Presiden mampu menciptakan pemerintahan yang kompak dan solid.
• Sistem pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh atau berganti.
• Konflik dan pertentangan antar pejabat Negara dapat dihindari.

Indonesia memasuki era reformasi. Dimana bangsa Indonesia ingin dan bertekad untuk menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis. Oleh karena itu perlu disusun pemerintahan berdasarkan konstitusi (konstitusional).
 Yang bercirikan sebagai berikut :
• Adanya pembatasan kekuasaan ekskutif.
• Jaminan atas hak – hak asasi manusia dan warga Negara.

II. Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasar UUD 1945 setelah Diamandemen.

Pokok – pokok sistem pemerintahan ini adalah sebagai berikut :

• Bentuk Negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Wilayah Negara terbagi menjadi beberapa provinsi.
• Bentuk pemerintahan adalah Republik.
• Sistem pemerintahan adalah presidensial.
• Presiden adalah kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan.
• Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
• Parlemen terdiri atas dua (bikameral), yaitu DPR dan DPD.
• Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh mahkamah agung dan badan peradilan di bawahnya.

Sistem pemerintahan ini pada dasarnya masih menganut sitem presidensial. Hal ini terbukti dengan presiden sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan. Presiden juga berada di luar pengawasan langsung DPR dan tidak bertanggung jawab terhadap parlemen.

Beberapa variasi dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah sebagai berikut :

• Presiden sewaktu – waktu dapat diberhentikan MPR atas usul dan pertimbangan dari DPR.
• Presiden dalam mengangkat pejabat Negara perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR.
• Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR.
• Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang – undang dan hak budget (anggaran).

ALASAN UUD 1945 DIAMANDEMEN

Dengan demikian, ada perubahan – perubahan baru dalam sistem pemerintahan Indonesia.
Hal itu diperuntukkan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut, antara lain adanya pemilihan presiden secara langsung, sistem bicameral, mekanisme check and balance, dan pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran.

Alasan dilakukannya amandemen terhadap UUD 1945: Karena UUD 1945 merupakan hukum dasar tertulis yang dijadikan landasan dalam; penyelenggaraan Negara maka harus sesuai dengan aspirasi tuntutan kehidupan masyarakat Indonesia. Mengingat kehidupan masyarakat Indonesia yang selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan peradaban manusia pada umumnya maka UUD 1945 diamandemen oleh MPR. Perubahan UUD 1945 memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan bangsa Indonesia; Karena menghilangkan pandangan adanya keyakinan bahwa UUD 1945 merupakan hal yang sacral, tidak bisa diubah, diganti, dikaji mendalam tentang kebenaran seperti doktrin yang diterapkan pada masa orde baru; Karena perubahan UUD 1945 memberikan peluang kepada bangsa Indonesia untuk membangun dirinya atau melaksanakan pembangunan yang sesuai dengan kondisi dan aspirasi masyarakat; Karena perubahan UUD 1945 mendidik jiwa demoktrasi yang sudah dipelopori oleh MPR pada waktu mengadakan perubahan UUD itu sendiri, sehingga lembaga Negara, badan badan lainnya serta dalam kehidupan masyarakat berkembang jiwa demokrasi; Karena perubahan UUD 1945 menghilangkan kesan jiwa UUD 1945 yang sentralistik dan otoriter sebab dengan adanya amandemen UUD 1945 masa jabatan presiden dibatasi, kekuasaan presiden dibatasi, system pemerintahan dsentralisasi dan otonomi; Karena perubahan UUD 1945 menghidupkan perkembangan politik kea rah keterbukaan; Karena perubahan UUD 1945 mendorong para cendekiawan dan berbagai tokoh masyarakat untuk lebih proaktif dan kreatif mengkritisi pemerintah (demi kebaikan) sehingga mendorong kehidupan bangsa yang dinamis (berkembang) dalam segala bidang, baik politik, ekonomi, social budaya sehingga dapat mewujudkan kehidupan yang maju dan sejahtera sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju.
Adapun isi pokok UUD 1945 hasil amandemen meliputi bentuk dan kedaulatan, MPR kekuasaan pemerintahan Negara, kementerian Negara, pemerintahan Negara, DPR, DPRD pemilu, hal keuangan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kekuasaan kehakiman, wilayah Negara, warga Negara dan penduduk, HAM, agama pertahanan dan keamanan Negara, pendidikan dan kebudayaan, perekonomian dan kesejahteraan social, bendera, bahasa, lambing Negara, lagu kebangsaan, dan perubahan undang-undang dasar. Disamping itu, dalam UUD 1945 hasil amandemen juga terdapat tiga pasal aturan peralihan dan dua pasal aturan tambahan. Adapun tentang dewan pertimbangan Agung (DPA), dilakukan penghapusan . selain DPA, bagian penjelasan juga dihapus. Sehingga UUD 1945 hasil amandemen hanya terdiri dari pembukaan dan pasal-pasal (pasal II aturan tambahan). Tidak ada lagi bagian penjelasan.





TUGAS DARI MA, MK DAN KY

Tugas Dan Wewenang Mahkamah Agung

Pengadilan tingkat kasasi adalah pengadilan tingkat akhir yang disediakan warga yang melakukan upaya hukum dari semua lingkungan peradilan. Upaya hukum dari semua peradilan kasasi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung. Berdasarkan pasal 24 A ayat 1 UUD 1945, Mahkamah Agung diamati oleh dua kewenangan, yaitu:
1.       Kewenangan mengadili pada tingkat kasasi .
2.       Kewenangan menguji secara materil peraturan perundang-undangan di bawah UU, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh UU.
3.         Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi.
4.       Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberikan grasi  dan rehabilitasi.
5.       Mengawasi dan memimpin jalannya perelihan pemerintahan pada seluruh tingkat Pengadilan.

Mahkamah Agung memiliki 4 lingkungan peradilan , yaitu : peradilan umum, peradilan militer, peradilan agama dan peradilan tata usaha negara (PTUN). Fungsi Mahkamah Agung menurut UUD 1945 ada 5, yaitu:

A.    Fungsi Peradilan
• Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar.
• Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung berwenang memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir
- semua sengketa tentang kewenangan mengadili. permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 28, 29,30,33 dan 34 Undang-undang Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985)
- semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang
- Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku (Pasal 33 dan Pasal 78 Undang-undang Mahkamah Agung No 14 Tahun 1985)
• Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu wewenang menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah Undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).

B. Fungsi Pengawasan
• Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970).


• Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan :
- Terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan
- setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan Hakim (Pasal 32 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
- Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan (Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).

C. Fungsi Mengatur
• Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun 1985).
• Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-undang.

D. Fungsi Nasehat
• Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya.
• Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada pengadilan disemua lingkunga peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38 Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).

E. Fungsi Administratif
• Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 1970 secara organisatoris, administrative dan finansial sampai saat ini masih berada dibawah Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah kekuasaan Mahkamah Agung.
• Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman).


Tugas Dan Wewenang Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir dimana keputusannya bersifat final. Kewenangannya seperti yang diatur pada pasal 24 C ayat 1 UUD 1945 yng memutuskan bahwa mahkamah konstitusi berwenang sebagai :
1.       Menguji UU terhadap UU
2.       Memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD
3.       Memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum
4.       Memutus pembubaran partai politik.
Kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah memberikan keputusan tas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan wakil presiden menurut UUD 1945 sebelum pendapat tersebut dapat diusulkan untuk memberhentikan presiden dan wakil presiden oleh MPR. MK berfungsi sebagai pengawal konstitusi, penafsiran konstitusi, pengawal demokrasi dan pelindung hak konstitusional warga negara.

Tugas Dan Wewenang Komisi Yudisial
Tujuan Komisi Yudisial
1.       Agar dapat melakukan monitoring secara intensif terhadap penyelengaraan kekuasaan kehakiman dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat .
2.       Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kekuasaan kehakiman baik yang menyangkut rekruitmen hakim agung maupun monitoring parilaku hakim.
3.       Menjaga kualitas dan konsistensi keputusan lembaga peradilan, karena senantiasa diawasi secara intensif oleh lembaga yang benar-benar independen.
4.       Menjadi penghubung antara kekuasaan pemeririntah dan kekuasaan kehakiman untuk menjamin kemandirian kekuasaan kehakiman.
Wewenang Komisi Yudisial
Komisi Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Tugas Komisi Yudisisal

1. Mengusulkan Pengangkatan Hakim Agung Komisi Yudisial mempunyai tugas:
a. Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;
b. Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;
c. Menetapkan calon Hakim Agung; dand. Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR.
2. Menjaga dan Menegakkan Kehormatan, Keluhuran Martabat Serta Perilaku HakimKomisi Yudisial mempunyai tugas:
a. Menerima laporan pengaduan masyarakat tentang perilaku hakim,
b. Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim, dan
c. Membuat laporan hasil pemeriksaan berupa rekomendasi yang disampaikan kepadaMahkamah Agung dan tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.
3.Mengusulkan calon hakim agung kepada DPR untuk mendapat kan persetujuan dan selanjut nya ditetapkan sebagai hakim agung oleh presiden.4. Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat serta perilaku hakim.



FAKTOR PENGARUH UUD 1945 DIAMANDEMEN
Beberapa masalah yang dikemukakan di atas tentu saja dengan memahami, bahwa amandemen tidak semata-mata hanya pemenuhan syarat terhadap pasal 37 yang mencantumkan persyaratan dan mekanisme pengubahan UUD oleh/ di MPR. "Tetapi harus memenuhi syarat filosofis, sosiologis, yuridis, dan Politis, dan yang paling penting apakah rakyat membutuhkannya.

UUD 1945: SEBAGAI KONSTITUSI.

Amandemen UUD 1945 yang sudah berlansung sebanyak empat kali sejak era reformasi bergulir, dan kini berkembang lagi gagasan untuk mengandemen UUD 1945 yang kelima. Bagi saya melakukan amandemen terhadap UUD 1945 dalam waktu yang relative singkat dari satu amandemen ke amandemen yang lainnya, ia sebenarnya pekerjaan yang penuh resiko dan resiko itu cenderung hanya dapat dielimnir di atas kertas dan konseptual. Dibalik yang tampak bisa diatasi ada resiko jangka panjang yang harus dibayar mahal. Ujungnya mungkin penyelesalan.

Hal itu tentu saja apabila dipahami bahwa UUD 1945 telah menjadi darah kehidupan bangsa Indonesia dan menjadi urat nadi ketatanegaraan Indonesia selama puluhan tahun. Sebagai sebuah konstitusi, UUD 1945 tentulah tidak bisa diperlakukan, apalagi disentuh sebagaimana kita memperlakukan dan menyentuh UU. Namun, bila dicermati, keinginan-keinginan untuk mengamademen UUD 1945 masih terus bergulir, ia setidaknya sebagai refleksi atas ketidak-tuntasan atau pun sebagai respon atas gagasan-gasasan yang belum tertampung dalam amandemen UUD 1945 yang sudah berlansung. Setidaknya inilah yang menjadi alasan mengapa UUD 1945 saat diperlakukan layaknya sebagai sebuah UU dan terbaikan sebagai sebuah konstitusi.

Di dalam dunia politik istilah konstitusi biasanya sekurang-kurangnya dipergunakan untuk melukiskan seluruh sistem pemerintahan suatu negara, yaitu kumpulan ketentuan-ketentuan tentang menetapkan dan yang mengatur pemerintahan. Ketentuan-ketentuan ini sebagian bersifat aturan hukum dan sebagian bersifat non legal atau ektra legal. Â Dengan demikian tidak heran apabila kemudian dinyatakan banyak ahli, bahwa sebuah konstitusi atau UUD merupakan kristalisasi dari berbagai pemikiran politik ketika negara akan didirikan atau ketika konstitusi itu disusun. Setelah itu konstitusi mempunya kedudukan sangat penting karena ia harus menjadi landasan penyelenggaraan negara dari berbagai segi sehingga setiap tingkah laku atau kebijaksanaan politik dari setiap pemimpin negara akan senantiasa terlihat relevansinya dengan ketentuan undang-undang dasar (Moh.Mahfud MD:2000;40).

Karena konstitusi itu merupakan kristalisasi dari berbagai pemikiran politik, maka sebuah konstitusi bukan sekedar aturan belaka mengenai ketatanegaraan. Konstitusi sebagai hukum dasar (induk seluruh ketentuan hukum di sebuah negara) merefleksikan banyak hal penting bagi negara bersangkutan. Sebagian substansi konstitusi merefleksikan hal-hal yang monumental dimasa lalu, masa kini dan harapan masa datang.

Memahami eksistensi yang demikian, maka jelas dalam sebuah konstitusi terkandung suatu ideologi dari bangsa negara. Karenanya tidak heran kalau bangsa tertentu memandang konstitusi seakan-akan sebagai barang keramat yang tidak dapat disentuh. Demikian pula halnya dengan UUD 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia, ia merupakan kristalisasi ide-ide tentang negara menjelang lahirnya negara Indonesia. Ide-ide tentang negara itu tidak dapat dilepaskan dari ideologi yang hidup dan tumbuh dalam diri bangsa Indonesia.

UUD 1945 sebagai sebuah konstitusi, maka jelas amandemen terhadapnya tidak boleh didorong kebutuhan-kebutuhan temporer, sesaat dan apalagi semata-mata dilatar belajangi kepentingan politik praktis dan berkaitan dengan kekuasaan

Disisi lain, karena konstitusi adalah karya manusia maka tentunya tidak tidak lepas dari kekurangan-kekurangan. Ia juga bukan sebuah dogma yang harus berlaku abadi tanpa diutak-atik. Dimanika kehidupan sosial bergerak begitu cepat sering kali tidak bisa diprediksikan para pembuat konstitusi pada saat konstitusi disusun. Terhadap hal ini Lito Exposto mengemukakan, bahwa Konstitusi pada kurun waktu tertentu mungkin dianggap sempurna tetapi pada lain waktu dianggap tidak memadai lagi. Beberapa ahli menyebut bahwa perubahan itu penting karena dua hal: (a) ia sesungguhnya adalah hasil sebuah kompromi dari beberapa kekuatan politik dengan kepentingan-kepentingan yang berbeda dan (b) kemampuan para penyusunnya yang terbatas. Oleh karena itu, sebuah konstitusi tidak dapat berlaku seterusnya tanpa perubahan.


AMANDEMEN UUD 1945 : EVALUASI

Seperti dikemukakan sebelumnya, bahwa sebuah konstitusi tidak dapat berlaku seterusnya tanpa perubahan, Masalahnya mengapa diperlukan perubahan terhadap UUD 1945 dan untuk kepentingan apa ?

Dua hal penting yang mendasari perubahan UUD sebagaimana dikemukakan Lito Exposto, jika dihubungkan dengan amandemen UUD 1945 sepertinya relevan. Disisi lain secara historis UUD 1945 pada waktu ditetapkan sebagai konstitusi Negara Indonesia tanggal 18 Agustus 1945 dikatakan oleh Ir. Soekarno sebagai UUD sementara, tetapi ini acapkali dijadukan dalil untuk mematahkan kalangan yang tidak menginginkan amandemen terhadap UUD 1945.

Tampa mempersoalkan lebih jauh apa yang menjadi latar belakang di amandemen 1945, yang pasti amandemen terhadap UUD 1945 yang sudah berlansung sebanyak 4 kali telah membahwa perubahan yang mendasar dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Menurut Jimly Assihddiqie, perubahan-perubahan itu juga mempengaruhi struktur dan mekanisme structural organ-organ negara Republik Indonesia yang tidak dapat lagi dijelaskan menurut cara berpikir lama.

Banyak pokok-pokok pikiran baru yang diadopsikan ke dalam kerangka UUD 1945 itu. Empat diantaranya adalah (a) penegasan dianutnya citademokrasi dan nomokrasi secara sekaligus dan saling melengkapi secara komplamenter; (b) pemisahan kekuasaan dan prinsip checks and balances(c) pemurnian system pemerintah presidential; dan (d) pengeuatan cita persatuan dan keragaman dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Jika naskah asli UUD 1945 berisi 71 butir ketentuan, maka setelah empat kali mengalami perubahan, kini jumlah materi muatan UUD 1945 seluruhnya mencakup 199 butir ketentuan.

Dari sejumlah amandademen yang telah dilakukan yang telah melahirkan mendasar dalam system ketenanegaraan Indonesia, memerlukan evaluasi dan optimaisasi, sebelum berfikir untuk melakukan amandemen ke lima, Kenapa ? Dari empat kali amandemen saja, beban dan pkerjaan ketatanegaraan yang harus dibenahi dan dipikul bangsa Indonesia agaknya sudah cukup berat. Sekurang-kurangnya sampai saat ini, amandemen yang sudah ada saja belum seluruh masyarakat mengetahui dan memahaminya.